Bandung, MPTV Indonesia — Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa Adelia Septa Maharani memasuki babak baru di Pengadilan Negeri Bale Bandung. Dalam sidang terbuka yang berlangsung hari ini, terungkap fakta mengejutkan: terdakwa, Muhammad Nurul Fikry Wildani, pernah membuat surat pernyataan berisi janji tidak akan mengulangi kekerasan serta menjanjikan kompensasi berupa satu unit rumah dan sebuah mobil BMW kepada korban. Namun janji itu hanya tinggal tulisan di atas kertas.
Muhammad Nurul Fikry Wildani, yang diketahui merupakan putra dari seorang pejabat tinggi negara, Deputi di Kementerian Sekretariat Negara Prof. Dadan Wildan, kembali menjadi sorotan publik. Status sosial terdakwa menambah dimensi lain dalam perkara ini, mengingat korban Adelia merupakan figur publik muda, Mojang Jawa Barat 2019, yang kini memperjuangkan keadilan setelah mengalami kekerasan yang berulang.
Adelia hadir sebagai saksi sekaligus korban dalam sidang yang juga menghadirkan empat saksi lainnya: Imas, Dwinita, Febi, dan Jembar. Sebelum memberikan kesaksian, Adelia tampak terisak, mencerminkan tekanan emosional berat yang ia hadapi. Kepada majelis hakim, ia mengungkap bahwa penderitaan yang ia alami bukan hanya secara fisik, tetapi juga psikis. “Saya benar-benar kehilangan rasa aman. Saya takut dan trauma untuk menjalani hidup saya seperti biasa,” ungkapnya.
Saksi Imas memberikan kesaksian yang memperkuat dakwaan jaksa, menyatakan melihat langsung aksi kekerasan yang dilakukan terdakwa terhadap Adelia, termasuk pukulan dan tendangan yang mengakibatkan luka fisik pada wajah korban. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil visum dan surat keterangan psikologis yang menunjukkan bahwa Adelia mengalami depresi pascakejadian.
Namun demikian, dua saksi lain dari pihak terdakwa, Febi dan Jembar, memberikan keterangan yang tidak sejalan. Mereka mengakui sempat melerai pertengkaran, namun menyatakan tidak melihat adanya luka pada tubuh korban. Perbedaan versi ini menjadi sorotan penting dalam sidang, karena menimbulkan dugaan adanya tekanan atau kepentingan tertentu yang dapat memengaruhi kesaksian.
Kepada jurnalis yang meliput di lokasi sidang, pengacara korban dari Agusfriansa Law Firm & Partners, Debi Agusfriansa, SH., MH., MAP., menyampaikan, “Kami tidak hanya membela hak Adelia sebagai korban, tetapi juga ingin membangun preseden hukum bahwa siapa pun pelakunya, termasuk yang memiliki latar belakang keluarga berpengaruh, tetap harus bertanggung jawab di depan hukum. Ini soal keadilan dan perlindungan terhadap perempuan.”
Sidang akan kembali digelar dalam waktu dekat dengan agenda menghadirkan saksi tambahan dan mendengarkan kesimpulan masing-masing pihak. Kasus ini terus menyedot perhatian publik dan menjadi cerminan penting tentang bagaimana sistem hukum menyikapi kasus kekerasan dalam relasi personal yang melibatkan pihak berpengaruh.***